Potret Buram Seorang Korban Pemikiran Khawarij

POTRET BURAM SEORANG KORBAN PEMIKIRAN KHAWARIJ. Kebenaran pemahaman dan itikad yang baik merupakan tonggak penting dalam mengaplikasikan ajaran Islam secara benar. Dua perkara ini harus seiring-sejalan. Ketika salah satunya tidak terpenuhi, maka tabiat orang-orang Yahudi (yang tidak mempunya itikad baik di hadapan hukum Allah), dan penganut Nashara (yang berjalan tanpa petunjuk ilmu) akan berkembang di tengah umat. Akibatnya timbullah kerusakan.

Contoh bahaya dari pemahaman yang tidak lurus ini, dapat dilihat pada diri Abdurrahman bin Muljam. Sosok ini telah teracuni pemikiran Khawarij. Yaitu satu golongan yang kali pertama keluar dari jamaah kaum muslimin. Sejarah mencatat kejahatan kaum Khawarij ini telah melakukan pembunuhan terhadap Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib, yang juga kemenakan Rasulullah SAW.

SIAPAKAH ABDURRAHMAN BIN MULJAM?

Merupakan kekeliruan jika ada yang menganggap Abdurrahman bin Muljam dulunya adalah seorang yang jahat. Sebelumnya, Abdurrahman bin Muljam dikenal sebagai ahli ibadah, gemar berpuasa saat siang hari dan menjalankan shalat malam. Namun, pemahamannya tentang agama kurang menguasai.

Meski demikian, ia mendapat gelar Al-Muqri. Karena dia mengajarkan Al-Quran kepada orang lain. Tentang kemampuannya ini, Khalifah Umar bin Khatab sendiri mengakuinya. Dia pun pernah dikirim Khalifah Umar ke Mesir untuk memberi pengajaran Al-Quran di sana, untuk memenuhi permintaan Gubernur Mesir, Amr bin Ash, karena sedang membutuhkan seorang qari.

Dalam surat balasannya, Umar menulis: "Aku telah mengirim kepadamu seorang yang shalih, Abdurrahman bin Muljam. Aku merelakan ia bagimu. Jika telah sampai, muliakanlah ia, dan buatkan sebuah rumah untuknya sebagai tempat mengajarkan Al-Quran kepada masyarakat".

Sekian lama ia menjalankan tugasnya sebagai muqri, sampai akhirnya benih-benih pemikiran Khawarij mulai berkembang di Mesir, dan berhasil menyentuh perasaannya, hingga kemudian memperdayainya.[1]

MERENCANAKAN PEMBUNUHAN TERHADAP ALI BIN ABI THALIB [2]

Inilah salah satu keanehan Abdurrahman yang sudah terjangkiti pemikiran Khawarij. Tiga orang penganut paham Khawarij yaitu Abdurrahman bin Muljam al-Himyari, al-Burak bin Abdillah at-Tamimi dan Amr bin Bakr at-Tamimi – mereka berkumpul bersama, sambil mengingat-ingat tentang sahabat Ali R.A yang telah menghabisi kawan-kawan mereka di perang Nahrawan. Mereka pun berdoa memohon rahmat kebaikan bagi orang-orang yang telah menemui ajalnya itu.

Peristiwa peperangan Nahrawan sangat membekaskan luka mendalam pada hati mereka. Salah seorang dari mereka berkata: "Apa lagi yang akan kita perbuat setelah kepergian mereka? Mereka tidak takut terhadap apapun di jalan Allah Subhanahu wa Taala. Sebaiknya kita mengorbankan jiwa dan mendatangi orang-orang yang sesat itu [3]. Kita bunuh mereka, sehingga negeri ini terbebas dari mereka, dan kita pun telah melunasi balas dendam"

Akhirnya, mereka merencanakan balas dendam dengan merancang pembunuhan terhadap tiga orang yang mereka anggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pembunuhan ini mereka anggap sebagai tangga untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka sepakat melakukan pembunuhan terhadap tiga orang itu, yaitu Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah dan Amr bin Ash Radhiyallahuanhum, dan mereka berani mempertaruhkan nyawa untuk mewujudkan rencana keji itu. Rencana Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali Radhiyallahu anhu kian menguat setelah didorong oleh seorang perempuan.

Dikisahkan, adalah Fitham nama wanita itu. Kecantikannya yang masyhur di tengah kaum muslimin telah berhasil merebut hati Abdurrahman bin Muljam. Hingga ia melupakan misi jahatnya di Kufah, yaitu membunuh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib R.A. Namun tak terduga, hasratnya memperistri wanita yang terkenal cantik itu, justru memicu niatnya yang sempat terlupakan.

Pasalnya, selain permintaan mas kawin yang berupa kekayaan duniawi, wanita ini juga memasukkan pembunuhan terhadap Ali R.A sebagai syarat. Syarat pinangan yang aneh ini yang kemudian mengingatkan Ibnu Muljam dengan niat jahat itu, dan ia bertambah semangatnya untuk segera mewujudkan niat buruknya. Katanya,"Ya, ia adalah bagianku. Demi Allah, tidaklah aku datang ke tempat ini kecuali dengan niat untuk membunuh Ali". Syarat ini terpenuhi dan pernikahan pun dilaksanakan. Semenjak itu, sang wanita ini selalu membakar semangat suaminya untuk merealisasikan niatnya. Bahkan ia memberi bantuan kepada Ibnu Muljam seorang lelaki yang bernama Wardan untuk mewujudkan rencana jahat itu.

Setelah itu, Ibnu Muljam pun mengajak seseorang yang Syabib bin Najdah Asyjai. Katanya, "Maukah engkau memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?"

Tetapi, begitu mendengar yang dimaksud ialah membunuh Ali R.A, maka Syabib menampiknya. Karena ia mengetahui, Ali Radhiyallahuanhu memiliki jasa yang sangat besar bagi Islam dan kaum muslimin, dan ia memiliki kedekatan dalam hal kekerabatan dengan Rasulullah SAW.

Melihat penolakan ini, Ibnu Muljam tak kalah cerdik. Dengan agresifitasnya, ia membakar emosi Syabib dengan menyebut kematian orang-orang Khawarij di tangan Ali. Yang akhirnya, ia berhasil menjinakkan hati Syabib. Padahal Khalifah Ali bin Thalib pada masa itu ialah orang yang paling tekun beribadah kepada Allah S.W.T, paling zuhud terhadap dunia, paling berilmu dan paling bertakwa kepada Allah S.W.T.

Mereka bertiga kemudian bergerak melancarkan niatnya pada malam 17 Ramadhan tahun 41 H . Hari yang sudah diputuskan oleh mereka bertiga untuk menyudahi nyawa tiga orang sahabat Rasulullah, yaitu Ali, Muawiyyah, dan Amr bin Ash Radhiyallahuanhum.

Begitu waktu subuh tiba, sebagaimana biasa Amirul Mukminin Ali bin Thalib keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat Subuh dan membangunkan manusia. Saat itulah pedang Khawarij yang beracun menciderai Ali R.A. Ketika Ibnu Muljam menyabetkan pedangnya pada bagian pelipis Ali R.A, ia berseru: "Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, bukan milikmu atau orang-orangmu (wahai Ali)," lantas ia membaca ayat :

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya". [Q.S Al Baqarah:207].[4]

Mendapat serangan ini, Amirul Mukminin berteriak meminta tolong. Dan akhirnya Ibnu Muljam berhasil ditangkap hidup-hidup. Adapun Wardan, ia langsung terbunuh. Sedangkan Syabib berhasil meloloskan diri.

AKHIR KEHIDUPAN ABDUR-RAHMAAN BIN MULJAM

Ketika Amirul Mukminin Ali bin Thalib Radhiyallahu anhu dipastikan meninggal karena serangan Ibnu Muljam, maka diputuskanlah hukuman mati bagi Ibnu Muljam. Hukuman ini diawali dengan memotong kedua kaki dan tangannya dan menusuk dua matanya, kemudian dilanjutkan dengan membakar jasadnya.

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentang Ibnu Muljam: "Sebelumnya, ia adalah seorang ahli ibadah, taat kepada Allah S.W.T. Akan tetapi, akhir kehidupannya ditutup dengan kejelekan (suul khatimah). Dia membunuh Amirul Mukminin Ali R.A dengan alasan mendekatkan diri kepada Allah S.W.T melalui tetesan darahnya. Semoga Allah S.W.T memberi ampunan dan keselamatan bagi kita".[5]

Berbeda dengan anggapan kalangan Khawarij. Di tengah mereka, Abdurrahman bin Muljam ini dielu-elukan bak pahlawan. Dia mendapatkan pujian dan sanjungan. Di antaranya datang dari Imran bin Haththan. Orang ini, sebelumnya dikenal sebagai ahli ilmu dan ahli ibadah. Namun, perkawinannya dengan seorang wanita yang memiliki pemikiran Khawarij, menjadikannya berubah secara drastis. Dia mengikuti pemahaman istrinya. Dia merangkai bait-bait syair sebagai pujian yang ditujukan kepada Abdurrahman bin Muljam:

Oh, sebuah sabetan dari orang bertakwa, tiada yang ia inginkan
selain untuk menggapai keridhaan di sisi Dzat Pemilik Arsyi
Suatu waktu akan kusebut namanya, dan aku meyakininya
(sebagai) insan yang penuh timbangan (kebaikannya) di sisi Allah.[6]

Pujian ini tentu merupakan perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan), sehingga dapat menyeret seseorang menjadi keliru dalam memandang kebatilan hingga terlihat sebagai kebenaran di matanya. Naûdzu billahi min dzalik. Golongan lain yang juga memberi sanjungan kepada pembunuh Ali Radhiyallahu anhu, yaitu golongan Nushairiyyah. Konon katanya, karena Ibnu Muljam telah melepaskan "ruh ilahi" dari tanah.[7]

BEBERAPA PELAJARAN DARI KISAH DI ATAS

  • Pemahaman yang benar dalam mengaplikasikan Islam merupakan keharusan bagi seorang muslim. Dalam hal ini, para sahabat merupakan generasi Islam pertama, yang pastinya paling memahami Islam. Mereka mereguknya langsung dari Rasulullah SAW.
    Ketika muncul pergolakan yang disulut kaum Khawarij, tidak ada satu pun dari sahabat yang merapat ke barisan mereka. Pemahaman-pemahaman terhadap Islam yang tidak mengacu kepada para sahabat sebagai generasi pertama umat Islam hanya akan berakhir dengan kekelaman. Motif mereka sesat, karena beranggapan pembunuhan ini sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala. Alasan demikian tentu menjatuhkan citra Islam, dan menjadi ternoda karenanya. Hal ini bisa menimpa siapa pun yang berbuat tanpa dasar ilmu, tanpa pemahaman yang lurus, dan hanya mengandalkan perasaan atau hawa nafsu semata.
  • Kebodohan itu berbahaya, lantaran menyebabkan ketidakjelasan barometer syari bagi seseorang, sehingga membuat kelemahan dalam tashawwur (pendeskripsian) dalam memandang suatu masalah.[8]
  • Bahaya teman dekat (istri, suami) yang berpemikiran buruk atau menyimpang. Wallahua'lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03//Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______

Footnote
[1]. Nukilan dari Al Ghuluww, Mazhahiruhu, Asbabuhu, Ilajuhu, Muhammad bin Nashir al Uraini, Pengantar: Syaikh Shalih al Fauzan, Tanpa Penerbit, Cetakan I, Tahun 1426 H.
[2]. Lihat al-Bidayah wan-Nihayah, Imam Ibnu Katsir rahimahullah, Maktabah ash-Shafa, Cetakan I, Tahun 1423H-2003 M (7/266-268)
[3]. Maksudnya ialah Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah dan Amr bin al-ash Radhiyallahu anhum.
[4]. Ibnu Muljam mengira dirinya masuk dalam konteks ayat yang ia baca itu, Pen.).
[5]. Mizanul-Itidal, Abu Abdillah Muhammad adz-Dzahabi, Darul-Marifah, Beirut, tanpa tahun, 2/592.
[6]. Al-Farqu bainal-Firaq, Abdul-Qahir al-Baghdadi, Darul-Kutub al-Ilmiyyah, tanpa tahun, hlm. 62-63.
[7]. Al-Mausûatul-Muyassaratu fil Ad-yani wal-Mazhahibi wal-Ahzabil-Muashirah, Cetakan V, Tahun 1424 H / 2003 M, 1/392.
[8]. Asbabu Ziyadatil-Iman wa Nuqshanihi, Prof Dr. Abdur-Razzaq al-Abbad, Ghiras, Cetakan III, Tahun 2003M, hlm. 62.

Sumber: https://almanhaj.or.id/2680-Abdurrahman-bin-muljam-potret-buram-seorang-korban-pemikiran-khawarij.html




Baca Juga :